
Hari masih gelap karena mentari belum tampakkan sinarnya. Meskipun sepagi itu, di depan tempat aku tingal, tepat di depan pos kamling seorang ibu (sebut saja Bulik Tina, bukan nama sebenarnya) dengan tujuh anak sudah asyik dan sibuk menata dagangannya. Bulik2 Tina berjualan lontong mie1 dan makanan gorengan. Dan setiap jam 6 pagi semua dagangannya sudah siap untuk setiap pembeli yang singgah. Pelanggan yang biasa beli adalah tetangga-tetangga sendiri, selain itu juga banyak dari orang yang kebetulan lewat dan ingin mengisi perutnya sebagai sarapan pagi. Dengan sabar dan tak ketinggalan senyum tersungging dibibirnya dia layani setiap pelanggan yang datang.
Seperti business yang lain, ada kalanya rampai dan sering pula sepi sehingga dagangan tersisa banyak saat tutup. Selain itu banyak juga yang bayar mundur alias hutang. Meskipun begitu Bulik Tina tidak pernah ngundat-ngundat2, yang sering dilakukan biasa cuma berkata ”cepat bayar ya....”. Pernah juga ada yang belum bayar tapi mengaku sudah bayar, ada yang belum mengembalikan piring mengaku sudah mengembalikan. Nah kalau sudah begitu yang dilakukan adalah gali lubang tutup lubang untuk mencukupi kebutuhan hidupnya dengan cara meminjam uang dari Bank Suekan3 yang keliling dari kampung ke kampung.
Kehidupan ekonomi yang pas-pasan atau bahkan kekurangan tidak menghalangi Bulik Tina untuk berbagi, memberikan sesuatu untuk orang lain. Memang di kampung dia tidak bisa memberikan sumbangan yang banyak tapi selalu melunasi iuaran kampung tepat waktu, selalu ikut menyumbang jika ada tetangga yang berduka, punya hajat atau melahirkan. Dan sumbangan, pemberian dari Bulik Tina yang paling berharga adalah kehadirannya dia dalam pengajian ibu-ibu PKK. Dengan suara yang enak didengar telinga dia pimpin pengajian untuk memuji asma Allah dalam shalawat dan dzikir.
Di tengah kesibukan mengurusi rumah tangga, di selah-selah waktu menyiapkan jualan, yang bisa jadi secara fisik memang membuat lelah tapi seseorang Bulik Tina memilih untuk dapat tetap memberikan sesuatu, memberikan nilai lebih dalam kehidupannya. Yaitu dirinya sendiri, suaranya, kemampuannya mendaraskan ayat-ayat Al’quran maupun membacakan hadits Nabi.
Sesungguhnya Bulik Tina telah memberi lebih banyak daripada sekedar uang sumbangannya karena dia memberikan dari kekurangannya. Ketika dia sudah lelah dari berjualan dan mengurusi rumah tangga, dia masih menyediakan waktu untuk memimpin pengajian ibu-ibu PKK. Katanya pada sautu kesempatan ”Ini kan ibadah, mesti ikhlas. Lelah bekerja? Nggak juga....senang juga kok.....” Inilah pemberian, pemberian dari kekurangan seperti Janda Miskin dalam Bible yang tersebut di atas yaitu ”Sebab mereka semua memberi dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, semua yang ada padanya, yaitu seluruh nafkahnya.”
Jika ada kegiatan di lingkungan tempat tinggal atau di tempat kerja atau dalam aktivitas di Masjid, Gereja, Wihara, Pura; misalnya kerja bakti, bakti sosial atau peringatan hari besar, kontribusi yang paling mudah kita berikan ialah donasi atau sumbangan berupa uang dan tidak perlu hadir dan terlibat karena kesibukan kita, jadwal kita yang padat. Punya uang banyak beri banyak dan kalau punya sedikit beri sedikit. Kalau seperti itu memang lebih mudah dan praktis. Tapi pertanyaan yang perlu diajukan itukah semangat atau jiwa yang berkelimpahan ”Itukah manifestasi dari memberi dari kekurangan?
Nah, silahkan Anda sendiri yang memilih aktivitas atau tindakan sebagai manifestasi semangat berkelimpah : seulas senyum, pujian yang tulus, telinga untuk mendengar, ide-ide kreatif; ini hanya contoh kecil dari memberi dari kekurangan, karena semua itu sudah tersedia dalam diri kita dan menunggu untuk dibagikan.
Salam,
Ambro
Tidak ada komentar:
Posting Komentar