Hujan turun rintik-rintik ditemani sejuk udara di kota bandung. Ya itulah gambaran kota Bandung, ketika kami baru saja selesai memandu outdoor activity. Cuaca yang demikian menggoda kami yang sebenar baru masih kenyang, untuk mencari tempat nongkrong dan ngemil. Lalu seorang teman mengusulkan untuk mampir di kedai serabi. Dan…semua sepakat untuk berhenti di kedai serabi.
Petugas parkir mengarahkan mobil kami untuk merapat di seberang jalan depan kedai serabi, karena tempat parker kedai sudah penuh. Pastinya kedaipun penuh dengan pengunjung dari multi generasi : anak-anak, remaja, orang muda sampai nenek juga ada di tempat itu. Kamipun sempat berdiri menunggu sampai ada tempat duduk yang kosong.
“Luar biasa “kue serabi” saja peminatnya bisa sebanyak ini, pasti ada yang istimewa di sini?” pikirku ketika keluar dari mobil yang baru di parker. Sementara menunggu tempat duduk yang kosong, rasa penasaranku belum berhenti, aku amati pembuatan serabi itu. Kebetulan setting-an tempat masaknya ada di depan kedai. Ternyata pesersis sama dengan kue serabi yang lain. Juga bahan dasarnya, sama……dari tepung beras. Dan aku mulai mengarahkan mataku ke dalam, ke meja-meja tempat pengunjung menikmati serabi. ”Oh........mungkin itu yang membuat beda”
Ah..lega akhirnya kami dapat tempat duduk juga. Daftar menu disodorkan. Ni dia.....ada serabi coklat, kacang, keju, cokat-keju, kacang-keju, strawbery dan banyak lagi variasi rasa yang lain. Kami masing-masing memesan serabi yang berbeda agar nantinya dapat saling memcicipi rasanya. Wauw.......cepat juga pelayanan mereka tak lama setelah menyerahkan daftar pesanan, e...pesanan itu datang.
Sajian yang menarik. Rasa juga ok......kacang, keju, coklat atau yang lainnya tidak dicampurkan dengan adonan tepung, hanya dibubuhkan di atas kue serabi layak kue donat. Dan ini yang membuat beda dari kue serabi yang lain.
Serabi yang tradisional menjadi kue yang berkesan modern, menjadi kue yang punya daya tarik tersendiri bagi orang-orang yang menikmatinya dibanding menikmati serabi yang biasa, yang tradisional.
Belajar dari kue Serabi – Bandung.
Nah, inilah metafora dari sebuah nilai tambah, Menjadikan Kue tradisional dalam konteks modern. Pemilik kedai menarik pelanggannya dengan memberikan nilai tambah aneka rasa yang berbeda. Mereka tidak mengubah bentuk kue : serabi tetap serabi namun dengan aneka rasa. Inilah perubahan yang tidak perlu menghilangkan esensi dasarnya, ciri khasnya. Maka belajar dari kue serabi-Bandung :
1. Beri nilai tambah pada diri ini supaya lebih mempunyai daya tarik.
2. Be Your Self, tetap menjadi diri sendiri.
Nilai Tambah
Seorang teman trainer, memberikan nilai tambah untuk pelayanannya dengan memberikan after sales service berupa 1 kali follow up secara gratis.
3 cewek mempunyai postur tubuh yang sama, kecantikan yang sama, lulusan dari perguruan tinggi yang sama dan punya prestasi akademik yang sama, IPK juga sama. Ketiga-tiganya melamar di perusahaan yang sama: Yang cewek pertama hanya melampirkan nilai dan ijasa. Sedang cewek kedua melampirkan juga setifikat-sertifikat kursus, mulai dari kursus bahasa asing sampai komputer. Dan...cewek ketiga melampirkan ijasah, sertifikat kursus dan piagam-piagam yang menyatakan dia aktif di kepanitian atau kepengurusan diberbagai kegiatan kampus.
Seandainya Anda berada di perusahaan tersebut yang ditugaskan untuk rekrutmen karyawan dan Anda hanya bisa memilih satu orang saja untuk dipanggil. Cewek yang mana yang Anda pilih untuk panggil?........ Cewek yang ketiga kan? Mengapa? Cewek yang ketiga memiliki sesuatu yang lebih dari dua cewek yang lain. Ini juga nilai tambah.
Keluarga muda – Pasangan suami istri dengan 2 anak usia 4 tahun dan 7 tahun. Dua-duanya punya karir di perusahaan masing-masing. Namun di tengah kesibukan bekerja, mengasuh anak dan kegiatan sosial : sang istri setiap hari, pagi-pagi sekali sudah bangun menyiapkan sarapan untuk anak-anak dan suami meskipun mereka punya pembantu rumah tangga. Sedangkan sang suami minimal sebulan sekali mengajak sang istri untuk berdua saja, nonton, makan diluar atau sekedar ngobrol seperti ketika masih pacaran dulu.
Istri-suami ini juga saling memberikan nilai tambah dalam relasi di keluarga mereka.
Dll. (selanjutnya........silahkan explore sendiri)
Lalu.........Bagaimana dengan diri kita? Nilai tambah apa yang bisa kita berikan, yang kita bubuhkan: dalam pekerjaan kita? Dalam relasi dalam keluarga? dengan pasangan hidup? Dengan kekasih? Dengan sahabat?..............yang menjadikan diri kita berbeda dan mempunyai daya tarik. Terlebih lagi nilai yang kita berikan menginspirasi orang-orang yang ada di dekat kita untuk berubah menjadi yang terbaik dari dirinya.
Selamat memberikan nilai tambah.
Oleh : Ambrosius Bata
smoga tambah sukses ya mas training2nya.
BalasHapus