Jumat, 27 November 2015

RASANYA KOK CEPAT YA


“Jika pekerjaan kita pandang sebagai RAHMAT,
maka menimbulkan hati penuh MINAT
dan menjalani prosesnya dengan NIKMAT. 
Sehingga waktu yang dilalui terasa begitu CEPAT.
Semoga menjadi BERKAT.”

“Teman-teman lho bilang, kalo di unit ini semua berjalan begitu cepat, seminggu berlalu dengan cepat. Padahal kalau menurutku sich sama saja sich…” meme menyampai apa yang dirasakan teman-teman di unitnya. Meme tergolong baru di unit tersebut baru satu bulanan.
“Faktanya di sudut bumi manapun, 1 minggu itu = 7 hari = 168 jam = 10.080 menit = 604.800 detik.” Ayang menggapi sambil utak-atik kalkulator di HP nya untuk mengkonversikan 1 minggu menjadi berapa detik “Taka da yang kurang, tak ada yang lebih. “Kalau menurutmu, lebih tepat kesan atau perasaanmu selama di unit baru mu?” Ayang membuka diskusi dengan Meme.
“Ya… iya sich. Jumlah waktunya sama, ritme kerjanya kalau dirata-rata juga sama. Berarti ini masalah perasaan saja. Cara orang merasakan, larut dan menikmati pekerjaan yang membuatnya berbeda. Itu sich… menurut, kalo kamu?” jawab Meme dilanjutkan memberi umpan kelanjutan diskusi mereka.
“Menurut pengalamanmu, apa yang membuat satu memoment terasa begitu lama?” Ayang menjawab dengan melontarkan pertanyaan.
“ehmm…. Apa ya…” ekspresi Meme seolah menerawang, bola mata bergerak ke kiri kembali ke tengah, ke kiri lagi kembali ke tengah. Menunjukkan sedang memanggil memorinya. “Saat kerja bareng orang yang mbencekno… hehehe. Ehmmm… menunggu, mengerjakan dengan terpaksa, mengerjakan dengan bersungut-sungut. Ya wes gitu lah… ini saat kita gak mampu masuk dalam moment tersebut dan menikmatinya. Semakin kita mampu menikmatinya semakin semua seolah berjalan dengan cepat” Meme menumpahkan pendapatnya.
“Dengan orang yang mbencekno?” keingin tahu dan ingin diskusi lebih dalam, maka pertanyaan itu terlontar dari mulut ayang.
“lha ya jelas lah… kalo kerja bareng orang yang mbencekno, dalam hati penginnya segera berlalu saja. Tapi justru semakin kita pengin segera berlalu dan waktunya memang belum selesai. Nah ini yang membuat jadi terasa lama, waktu seolah melambat.
O ya demikian juga mengerjakan sesuatu karena terpaksa ditambah lagi bersungut-sungut… menjadikan konfik di dalam diri… dan situasi ini membuat kita tidak focus pada pekerjaan. Alhasil perkerjaan seakan jadi lama tidak selesai-selesai. Padahal yang belum selesai diri kita, situasi batin kita.” Meme menuangkan hasil Memory call nya.
“hehehe sip sip…. terus –terus…. Kalau menunggu?” bagi Ayang semakin menarik obrolan ini. “ah.. kok jadi introgasi? Sekarang kamu yang komen soal menunggu.” Meme mengelak.
“Menunggu itu membosankan kata banyak orang. Menunggu bisa jadi buang-buang waktu. Itu yang membuat terasa jadi lama” Ayang membuka opini, yang juga merupakan opini umum. Lalu melanjutkannya “kamu tahu orang tom-tomen?” Meme mengangguk.
“Orang yang tom-tomen itu kan focus pikirannya segera apa yang sudah dijanjikan segera terjadi. Sehingga proses yang sedang dijalani tidak dihiraukannya, missal jika mau pergi 2 jam lagi maka waktu 2 jam pun bisa terasa sangat lama bagi orang tom-tomen. Coba kalau tetap mengerjakan sesuatu yang lain dan menikmati apa yang dikerjakan maka 2 jam jadi tidak terasa.
“Nah… demikian juga ungkapan menunggu itu membosankan, menunggu itu buang-buang waktu. Apakah bisa kita balik menunggu itu menyenangkan, menunggu itu juga bermanfaat?” ayang membuat pertanyaan kontradiksi.
“Ya bisa saja. Kalau sedang menunggu seorang diri lakukan hal yang menyenang… maka akan jadi saat menyenangkan simple kan. Yang suka membaca yang bawa buku bacaan. Bisa buat main game. Menulis atau juga membuka pembicaraan dengan orang yang juga sedang menunggu disamping atau depan-belakang kita. Kan bisa kenalan.
“ngomong soal manfaat, kita mesti belajar dari para agen asuransi. Mereka selalu punya prinsip siapapun bisa jadi nasabah, kapanpun bisa jadi propek dan di manapun bisa tempat perjumpaan untuk propecting. Luar biasa kan.
Tapi tetap kuncinya di mindset kita, bagaimana kita memandangnya. Benar kamu tadi, jika yang ada di pikiran sudah negative maka pengaruhnya menjadi negative. Kita yang mesti menata mindset kita, kita yang pegang kendali.” Ayang memberi kesimpulan dari pendapatnya.
“Jadi ungkapan rasanya kok cepat ya itu dengan sendirinya bisa terkondisi setiap pekerjaan. Saat seseorang mampu memandang bahwa pekerjaan seberat apapun atau seremeh apapun sebagai rahmat. Maka dengan lebih mudah orang tersebut memunculkan minat yang menjadikan semangat dalam menyelesaikan jobnya. Juga memungkinkan seseorang untuk semakin larut dalam pekerjaannya dengan kenikmatan, FLOW. Maka tak heran kalau akhirnya semuanya terasa begitu cepat. Apalagi menjadikan pekerjaan atau moment itu sebagai kesempatan untuk mempersebahkan sesuatu agar bisa membawa berkat. Itulah yang akan membedakannya.”
Meme menutup kalimat panjangnya dengan tersenyum dan mengatupkan kedua tangannya, lalu sedikit membungkuk. Dan Ayang pun melakukan hal yang sama, layaknya orang jepang bertemu dan memberi hormat. Ya… sudah layak dan sepentas. Saling memberi hormat, terlebih hormat dari kedalaman hati. Karena moment ini masing-masing menjadi pencerah bagi yang lainnya.

Instagram: @ambro_bata

Tidak ada komentar:

Posting Komentar