“Sering kali kita terpancing untuk
segera memberikan komentar, memberikan saran.
Padahal yang dibutuhkan hanya mendengarkan dan menunggu dengan sabar”
Keduanya terdiam berjalan dari parkiran memasuki rumah Tuhan, mengikuti perjamuan Kudus. Tidaklah Kudus bagi Ayang dan Meme, yang saat ini ditelan kejengkelan. Sehingga sekalipun raga mereka bersama namun hati masing-masing terbang dibawa pikiran masing-masing. Meski tubuh mereka mengikuti ekaristi kudus tapi hanya sekedar hadir, tenggelam dalam kebekuan. Dan saat komuni, dengan kesadaran akan situasi batinnya mereka berdua taka ada yang menyambut Tubuh-Darah Kristus.
Misa sudah selesai, perjalanan pulang pun masih dilewati dalam kebekuan. Demikian juga ketika sampai rumah dalam diam, ganti baju langsung menuju peraduan. Tak ada obrolan, taka apalagi canda tawa seperti biasanya.
Mereka meme dan ayang, berbaring seranjang tubuh saling membelakangi. Setelah lewat 30 menit diranjang, memang mata sudah terpejam, tapi ternyata meme masih terjaga. Dan terjadi internal dialog rekaman pertengkaran di parkiran gereja tadi sore berlangsung di benaknya.
“Menjengkelkan… orang cerita kalau uangku 20 ribu hilang, malah ditertawain … ikhlas.. ikhlaskan saja. Enak aja kalau ngomong…. Sapa yang gak ikhlas. Aku tuh kan gak yakin kalau benar-benar hilang uangnya dan masih aku cari-cari lagi, karena tadi saat diberi uang kembalian aku yakin sudah ku masukkan. Nah… sapa tahu 20 ribuannya terselip di saku tas. Benar-benar menjengkelkan.
Biarin aja… kudiamkan dari tadi. Meskipun sebenarnya aku nyesel juga sich… Misa jadi gak khusuk, gak nerima Tubuh-Darah Kritus. Biarin Ayang juga ngerasa kalo dia itu tadi menjengkelkan….”
Sementara meme yang masih disibukkan dengan pikiran dan perasaan jengkelnya, Ayang ternyata juga belum juga tertidur. Ada penyesalan juga di hati Ayang. Dan hilir-mudik pikirannya, tak mampu membawa pikirannya pada gelombang delta.
“iya ya…. Kenapa juga aku memberi komentar seperti itu. Ngajak cepat-cepat lagi. Padahal meme sudah bilang tunggu sebentar. Kenapa juga aku memberi intonasiku seperti itu sehingga Meme merasa aku membentaknya. Merasa aku gak ngerti perasaan istri. Kalo tadi mau nunggu sebentar saja, sabar sebentar saja… sampai meme sendiri yang memutuskan dan mengajak jalan meninggalkan parker.. kan gak seperti sekarang…….”
Jam dinding kamar sudah menunjukan pukul 23.00 tepat. Dan tahu Meme saat ini juga belum tertidur. Maka runtuhlah hatinya untuk beku dalam diam… pura-pura cuek… “ndak… tidak bisa membiarkan seperti ini.” Pikir ayang. Meski tadinya berpikir persoalan sore tadi diselesaikan besok pagi.
“Me… maafkan aku ya…” sambil memeluk Meme dari belakang, karena yang dipeluk tidak langsung memberikan respon “Maafkan aku ya Me untuk yang tadi sore..” Ayang mengulangi lagi.
“Apa sich…” reaksi Meme sambil menggeliatkan badan.
“Maafkan aku…” suara Ayang memelas.
“Jahat kamu… tadi kamu bentak Meme. menjengkelkan kamu… sabar sedikit tadi nunggu aku memastikan uangku kan gak pa-pa juga kan?”
“iya… maka dari itu maafkan aku” kembali merangkul Meme yang kembali membelakangi Ayang. Dan yang dipeluk berbalik
“kamu tahu gak kenapa tadi aku.. yang katamu kenapa sich pusing-pusing dicari… kalo hilang ya sudah hilang… ikhlas kan… kamu bilang gitu kan” Meme menunggu reaksi Ayang, tapi kali ini Ayang tidak buru-buru menanggapi “iya itu yang menjengkelkan aku. Ditambahlah suaramu tadi kamu bentak aku untuk cepat”
“aku gak bentak kok” Ayang membela diri.
“tapi suaramu itu membentak menurutku. Suaramu keras” meme mulai jengkel lagi.
“lah memeng suroboyoan ya kayak gini, sudah dari sananya suaraku lantang” Ayang berkata sambil tersenyum.
“gak lucu… “ sahut meme.
“sapa juga yang melucu… e, itu tadi kamu Tanya tahu gak, memang tahu gak apa? Ayang mengkonfirmasi pertanyaan Meme.
“tahu gak kalo tadi aku melakukan itu karena pecahan 20 ribu itu mau aku pakai untuk kolekte!” seru meme yang merasa gemes.
“Oalah… kenapa tadi gak bilang kalo butuh uang buat kolekte” jawab Ayang dilanjutkan menarik nafas dalam-dalam “Oalah ala Eme-eme…. Iya iya maaf ya sekali lagi maaf”
Persaan Meme yang mulai tenang, sambil tersenyum berkata kepada Ayang “Maaf aku juga ya…. Maaf kan aku ya… kayak anak kecil ya.” Ayang juga senyumnya mengembang lebar.
“Kamu nyesel ya…. Punya istri kayak aku gini… kayak anak kecil gini?” pertanyaan meme disambut oleh Ayang dengan pelukannya “ayo sekarang tidur, besok kamu masuk pagi.”
Malam yang kian merunduk itu membawa dua insan yang sudah berdamai itu kembali diam. Namun diam kali ini hangat, tidak lagi beku. Dan akhir mereka terlelap masuk gelombang delta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar