Sebulan lebih setiap malam Ayang tidur dengan kipas angina dipantulkan ditembok. Minggu minggu pertama merupakan perjuangan bagi Ayang, yang hanya mendenger suara putaran kipas saja sudah membuat masuk angin dan selanjutnya kerokan. Tapi justru bagi Ayang ini dijadikan tantangan bagi dirinya untuk mengubah pola yang terjadi.
“Jika seorang perokok bisa berhenti merokok, kalau seorang phobia bisa dipulih dan sebuah karakter bisa berubah dengan sebuah terapi. Maka tidak salahnya, aku coba… untuk menterapi diri sendiri, mau menghinotis diri sendiri” membatin niatnya dengan semangat. “Seorang mentor juga pernah berujar bahwa hypnotherapy is self-therapy. Yang artinya bahwa segala terapi bergantung keterbukaan, kesediaan dan keikhlasan yang diterapi. Teknik apapun yang digunakan akan membal jika yang diterapi menolak. Atau dengan kata lain masih mempunyai mental block.” Demikian dialog batin yang terjadi dibenak Ayang.
Niat semakin kuat. Penelusuran bawah sadar pun sudah dimulai. Entah setelah berapa hari akhirnya….
“aha… ini dia… Ayo kena angin.. kamu masuk angina, kena angin – masuk angin” rupanya Ayang menemukan frase kunci yang sering dilontarkan ibunya sejak masa kecil Ayang.
“kena angin - masuk angin, kena kipas - angin masuk” Ayang masuk pada kesadarannya.
“Ini terjadi diriku. Sadar atau tidak sadar, mau atau tidak mau, suka atau tidak suka, terjadi pemrograman dalam diriku di pikiranku. Dan aku rupanya menyetujuinya. Maka terjadilah seperti yang aku alami sampai sekarang ini, kena angin – masuk angin, kena kipas angin masuk angina.” Semakin antusias Ayang untuk perubahan dirinya karena menemukan akar persoalannya.
Ayang secara bertahap mengganti pola ‘kena angin – masuk angin’ dengan ‘kena angina – sejuk segar, apa lagi di kota Surabaya yang panas ini’. Ditambah lagi, Ayang teringat se-masa sekolah tidak tahan kalau terkena AC dan dapat membuat keringat dingin. Dan yang dilakukan dengan memakai jaket saat di ruang ber-AC, tapi berangsur-angsur tanpa jaket pun nyaman-nyaman saja dan tidak keluar keringat dingin lagi, terbebas dengan masalah AC. Maka tahapan yang dilakukan adalah kipas angina distel tengok kiri – tengok kanan, sementara badan ditutup selimut.
Mindset sudah ditata, strategi dan tindakan sudah dijalankan. Lalu bersahabat dengan waktu dan proses untuk membentuk kebiasaan menjadi sikap mental. Demikian juga yang terjadi dengan Ayang, menata mindset, membentuk pola baru dengan tiap dengan berani menghadapi kipas angina. Setelah kurang lebih dua bulan, selimut tersingkap pun bangun tetap segar meski berhadapan dengan kipas angina sepanjang malam.
“Sekali lagi aku bersyukur bisa mengalaminya. Kebiasaan Meme pakai kipas Angin berimbas mengubah kebiasaanku yang sebaliknya… sekali lagi aku diteguhkan bahwa Terapi diri membutuhkan KETERBUKAAN untuk MENATA kembali MINDSET, pola pikir yang bisa jadi keliru. Terapi diri memerlukan KESEDIAAN untuk MELAKUKAN TINDAKAN berulang-ulang sampai mencapai kebiasaan baru (habitus baru). Terapi diri membutuhkan KEIKHLASAN untuk MENJALANI PROSESNYA hingga hasil (perubahan permanen) didapatkan” dalam hening di suatu malam, Ayang tersenyum penuh syukur atas pengalaman ini.
********
Salam senyum syukur di hari Selasa…
Salam untuk orang-orang tercinta….
Selasa, 24 Nopember 2015
Ambro
(Gambar dari lightselftherapy.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar